Matarakyatnusantara.com | LAHAT – Masyarakat Desa Sirah Pulau, Kecamatan Merapi Barat kembali terusik oleh aktifitas penambangan perusahaan PT. Bukit Asam.Tbk. Keresahan masyarakat timbul karena adanya lahan masyarakat yang terkena limbah lumpur akibat aktifitas kegiatan penambangan oleh perusahaan plat merah tersebut.

 

Dalam hal ini masyarakat Desa Sirah Pulau meminta bantuan dan pendampingan hukum kepada Kantor Hukum ASK and Patners untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami mereka.

 

Pada tanggal 14/03/2024, Kantor Hukum ASK and Patners mengirimkan surat somasi ke PT. Bukit Asam dan ditujukan ke Direktur PTBA. Bersamaan dengan itu, turut hadir juga Ketua BPD Emranudin dan Ketua Yayasan Berkah Hijau Nusantara (Yabhusa) Sapril, SH ikut mendampingi masyarakat.

 

Selanjutnya, Ketua Yabhusa Sapril, SH memberikan statemen mengenai permasalahan yang dialami warga Desa Sirah Pulau. Menurutnya, lahan masyarakat rusak akibat adanya lumpur dan luapan air sungai. Lumpur dan luapan air sungai tersebut disebabkan disforestasi kegiatan tambang yang ada dihulu sungai dan kurang menerapkan kajian aspek lingkungan dan tehnik. Dilihat dari hasil Pemetaan di lapangan, adanya pengalihan alur sungai Nelung ke sungai Tabu di Desa Sirah Pulau.

 

Dalam hal ini perlu ditinjau kembali, apakah pekerjaan pemindahan sungai tersebut sudah melalui kajian tekhnis atau legalitas perizinan serta termasuk dalam dokumen Amdal PT.BA, karena wilayah tersebut ada dalam IUP tambang.

 

“Sebagai aspek topografi turut menjadi pertimbangan kajian tekhnis, engenering, karena wilayah tangkapan hujan (catchment area) tentunya, berbeda antara Sungai Nelung dan Sungai Tabu dan mempunyai volume yang berbeda. Jika dua sungai tersebut disatukan, maka berakibat luapan volume air di Sungai Tabu, karena penampang sungai tabu tidak sesuai dengan area tangkapan hujan dan inilah menjadi Penyebab langsung banjir yang membawa material lumpur ke lahan masyarakat,” ungkap ketua Yabhusa.

 

Lanjutnya, “Akibat adanya volume lumpur yang sangat tinggi, itu berarti adanya limpahan air dari mulut tambang secara langsung ke sungai. Hal tersebut patut di pertanyakan, bagaimana sesungguhnya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PTBA. Dan satu hal lagi yang tidak boleh diabaikan, air yang bersumber langsung dari mulut tambang haruslah dikelola terlebih dahulu supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan dan berdampak berkurangnya kualitas pada air dan tanah,” tegas ketua Yabhusa.

 

Dari permasalahan ini, perlu adanya tindakan dari PTNA untuk melakukan langkah-langkah cepat-strategis pada Sungai Tabu, harus adanya pembebasan lahan dan pelebaran sungai.

 

“Kita tunggu i’tikad baik dari PTBA, sebagai perusahaan plat merah,”tutup ketua Yabhusa.( Rls/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *